SYAR’U
MAN QABLANA DAN MAZHAB SAHABAT
MAKALAH
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Ushul Fiqih
Dosen Pengampu : Ahmad Furqon, M.Ag.
Di susun Oleh :
Mas Kapin (14050xxxx)
FAKULTAS
EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS
ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG
2015
BAB
1
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Al-Qur’an dan
sunnah shahih itu telah mengisahkan tentang salah satu dari hukum
syar’i, yang di syari’atkan Allah SWT kepada umat yang telah dahulu dari kita.
Ada hal-hal dan nash-nash yang disampaikan kepada Nabi SAW juga oleh Tuhan
telah disampaikan kepada umat-umat dahulu kala. Ada hal-hal yang tidak berbeda
menurut apa yang disyari’atkan kepada kita berupa peraturan-peraturan yang
wajib kita ikuti.
Al-Qur’an dan
sunnah telah memisahkan salah satu diantara hukum
ini dalil syar’i, ditegakkan untuk mencabut dan membuangnya. Dalam hal ini
tidak ada perbedaan. Tidak disyri’atkan kepada kita kalau tidak dengan dalil
nashih.
Setelah Rasul
wafat, yang memberikan fatwa kepada orang banyak pada waktu itu ialah jema’ah
Sahabat atau yang disebut dengan syar’u man qablana dan mazhab shahabat. Mereka itu mengetahui fiqih ilmu pangetahuan dan apa-apa yang biasa
yang disampaikan oleh rasul. Memahami Al-Qur’an dan hukum-hukumnya.
Inilah yang menjadi sumber dari fatwa-fatwa dalam bermacam-macam masalah yang
terjadi.
Makalah ini akan menguraikan tentang hakikat syar’u
man qablana
dan mazhab sahabat, yang mencakup pengertian, macam-macam, kehujjahan, dan
lain sebagainya.
B.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana Definisi dari Syar’u Man Qablana dan Pendapat Para
Ulama tentang Syar’u Man Qablana?
2.
Apa macam-macam dari Syar’u
Man Qablana ?
3.
Bagaimana definisi dari Mazhab Shahabat
?
4.
Bagaimana Kehujjahan dari Mazhab Sahabat ?
BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Syar’u Man
Qablana
Syar’u Man Qablana
adalah syari’at atau ajaran-ajaran nabi-nabi sebelum islam yang berhubungan
dengan hukum, seperti syari’at Nabi Ibrahim, Nabi Musa, Nabi Isa as.[1]
Contoh dari Syar’u Man Qablana sendiri sebagaimana dalam surat
Al-Baqoroh ayat 183:
ياَاَيُّهَا
الَّذِينَ أَمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَماَ كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ
مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَكُمْ تَتَّقُونَ
“ Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan
atas kamu berpuasa
sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (QS. Al-Baqarah:183).
B.
Pendapat Para Ulama tentang Syar’u Man Qablana
Menurut Jumhur
Ulama yang terdiri atas ulama Hanafiyah, Malikiyah, sebagian ulama Syafi’iyyah
dan salah satu pendapat Imam Ahmad Ibnu Hanbal menyatakan bahwa apabila
hukum-hukum syari’at sebelum islam itu disampaikan kepada Rasulullah SAW.
Melalui wahyu, yaitu AL-Qur’an, bukan melalui kitab agama mereka yang telah
berubah, dengan syarat tidak ada nash yang menolak hukum-hukum itu, maka umat
islam terikat dengan hukum-hukum itu. Alasan yang di kemukakan adalah:[2]
1.
Pada dasarnya syari’at itu adalah satu karena
datang dari Allah
juga oleh karena itu, apa yang disyari’atkan kepada para nabi terdahulu dan
disebutkan dalam Al-Qur’an berlaku kepada umat Muhammad SAW. Hal itu ditunjukkan oleh Firman Allah:
شَرَعَ لَكُمْ مِنَ الدِّيْنِ مَا وَصَّى بِهِ نُوحًا
وَالَّذِي أَوحَيْنَا إِلَيْكَ وَمَا وَصَّيْنَا بِهِ إِبْرَاهِيْمَا وَمُوسَ وَعِيْسَ
أَنْ أقِيمُوا الدِّينَ وَلَا تَتَفَرَّقُوا فِيهِ كَبُرَ عَلَى اْلمُشْرِكِيْنَ
مَا تَدْعُوهُمْ إِلَيْهِ اللهُ يَجْتَبِيْ إِلَيْهِ مَنْ يَشَاءُ وَيَهْدِى
إِلَيْهِ مَنْ يُنِيْبُ
“Dia
telah mensyari’atkan kamu tentang agama apa yang telah diwasiatkan-Nya kepada
Nuh dan apa yang telah kami wahyukan kepadamu dan apa yang telah kami wasiatkan
kepada Ibrahim, Musa dan Isa yaitu: Tegakkanlah agama dan janganlah kamu
berpecah belah tentangnya. Amat
berat bagi orang-orang musyrik agama yang kamu seru mereka kepadanya. Allah
menarik kepada agama itu orang yang dikehendaki-Nya dan member petunjuk kepada
(agama)-Nya orang yang kembali (kepada-Nya).” (QS. As-Syura/42:13)
2.
Selain itu, terdapat beberapa ayat yang menyuruh mengikuti para
nabi terdahulu, antara lain firman Allah:
ثُمَّ أَوْ حَيْنَا إِلَيْكَ أَنِ
اتَبِحْ مِلَّةَ إِبْرَاهِيْمَ حَنِيْفًا وَمَا كَا نَ مِنَ الْمُشْرِكِيْنَ
“Kemudian kami wahyukan kepadamu
(Muhammad): Ikutilah agam Ibrahim yang hanif.” (QS. An-Nahl/16:123).[3]
C.
Pengelompokan Syar’u
Man Qablana
Syar’u man qablana dapat dikelompokkan menjadi 3 yaitu :
1.
Syariat terdahulu yang terdapat dalam
al-qur’an atau penjelasan Nabi yang disyariatkan untuk umat sebelum Nabi Muhammad dan dijelaskan pula dalam al-qur’an
atau hadis Nabi bahwa yang demikian
telah di-nasakh dan tidak berlaku lagi bagi umat Nabi Muhammad. seperti firman allah dalam surat al-an’am (8): 146:
وَعَلَى الَّذيْنَ هَادُوْا
حَرَّمْنَا كُلَّ ذِيْ ظُفُرٍ وَمِنَ الْبَقَرِ وَالْغَنَمِ حَرَّمْنَا عَلَيْهِمْ
شُحُوْ مَهُمَا
“Kami haramkan atas
orang-orang Yahudi setiap binatang yang punya kuku, dan dari sapi dan kambing
kami haramkan pada mereka lemaknya”.
Ayat ini
mengisahkan apa yang diharamkan Allah untuk orang Yahudi dahulu. kemudian
dijelaskan pula dalam al-qur’an bahwa hal itu tidak berlaku lagi untuk umat
Nabi Muhammad sebagaimana disebutkan dalam surat Al-An’am (6): 145:
قُلْ
لاَأَجِدُفِيْ مَاأُوْحِيَ إِلَيَّ مُحَرَّمًاعَلَى طَاعِمٍل يَطْعَمُهُ
إِلاَّأَنْ يَكُوْنُ مَيْتَةً أَوْ دَمًا مَسْفُوْ حًاأَوْلَحْمَ خِنْزِيْرٍ
2.
Hukum-hukum dijelaskan
dalam al-qur’an maupun hadis nabi disyariatkan untuk umat sebelumnya dan
dinyatakan pula berlaku untuk umat Nabi Muhammad dan berlaku untuk selanjutnya.
يَاأَيُّهَاالَّذِيْنَ
اَمَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ
قَبْلِكُمْ لَعَلَكُمْ تَتَّقُوْنَ
“Hai
orang-orang yang beriman diwajibkan atasmu puasa sebagaimana diwajibkan atas
umat sebelum kalian, mudah-mudahan kalian menjadi orang yang bertakwa’’.
Dalam
ayat ini dijelaskan bahwa puasa
disyariatkan untuk umat terdahulu dan diwajibkan atas umat Nabi Muhammad
3.
Hukum-hukum yang
disebutkan dalam al-qur’an atau hadis nabi, dijelaskan berlaku untuk umat
sebelum Nabi Muhammad, namun secara jelas tidak dinyatakan berlaku untuk kita,
juga tidak ada penjelasan bahwa hukum tersebut telah di-nasakh.[4]
D.
Macam-Macam Syar’u Man
Qablana
Syar’u Man Qablana dibagi menjadi dua bagian. Pertama,
setiap hukum syariat dari umat terdahulu namun tidak disebutkan dalam Al-quran dan
Sunnah. Ulama’ sepakat bahwa macam pertama
ini jelas tidak termasuk syariat kita. Kedua, setiap hukum
syariat dari umat terdahulu namun disebutkan dalam Al-quran dan Sunnah. Pembagian kedua ini
diklasifikasi menjadi tiga, yaitu:
1.
Dinasakh syariat kita (syariat
islam). Tidak termasuk syariat kita menurut kesepakatan semua ulama. Contoh :
Pada syari’at nabi Musa As. Pakaian yang terkena najis tidak suci. Kecuali
dipotong apa yang kena najis itu.
2. Dianggap syariat kita melalui
al-Qur’an dan al-Sunnah. Ini termasuk syariat kita atas kesepakatan ulama.
Contoh : Perintah menjalankan puasa.
E. Pengertian Mazhab Sahabat
Yang dimaksud dengan mazhab sahabat ialah pendapat sahabat Rasulullah SAW. tentang suatu kasus dimana
hukumnya tidak dijelaskan secara tegas dalam Al-Qur’an dan sunnah Rasulullah.[6]
Setelah Rasulullah SAW. Wafat tampillah para
sahabat yang telah memiliki ilmu yang dalam dan mengenal fiqh untuk memberikan
fatwa kepada umat islam dan membentuk hukum. Hal ini karena merekalah yang
paling lama bergaul dengan Rasulullah SAW. dan telah memahami Al-Quran serta
hukum-hukumnya. Dari mereka pulalah keluar fatwa mengenai peristiwa yang
bermacam-macam. Para mufti dari kalangan tabi’in dan tabi’it-tabi’in telah
memperhatikan periwayatan dan pentakwilan fatwa-fatwa mereka. Diantara mereka
ada yang mengklasifikasikannya bersama sunah-sunah Rasul, sehingga fatwa –fatwa
mereka dianggap sumber-sumber pembentukan hukum yang disamakan dengan nash.
Bahkan, seorang mujtahid harus mengembalikan suatu permasalahan kepada fatwa
mereka sebelum kembali kepada qiyas, kecuali kalau hanya pendapat perseorangan
yang bersifat ijtihadi bukan atas nama umat islam.[7]
F.
Kehujjahan Mazhab Sahabat
Dari uraian di atas, tidak diragukan lagi bahwa
pendapat para sahabat dianggap sebagai hujjah bagi umat islam, terutama dalam
hal-hal yang tidak bisa dijangkau akal. Karena pendapat mereka bersumber
langsung dari Rasulullah SAW. seperti uacapan Aisyah; “Tidaklah berdiam
kandungan itu dalam perut ibunya lebih dari dua tahun, menurut kadar ukuran
yang dapat mengubah bayangan alat tenun”.
Keterangan di atas tidaklah sah untuk dijadikan
lapangan ijtihad dan pendapat, namun karena sumbernya benar-benar dari Rasulullah
SAW. maka dianggap sebagai sunah meskipun pada dzahirnya merupakan ucapan
sahabat.
Pendapat sahabat yang tidak bertentangan dengan
sahabat lain bisa dijadikan hujjah oleh umat islam. Hal ini karena kesepakatan
mereka terhadap hukum sangat berdekatan dengan zaman Rasulullah SAW. mereka
juga mengetahui tentang rahasia-rahasia syari’at dan kejadian-kejadian
lain yang bersumber dari dalil-dalil yang qathi’. Seperti kesepakatan
mereka atas pembagian waris untuk nenek yang mendapat bagian seperenam. Ketentuan
tersebut wajib diikuti karena, tidak mengetahui adanya perselisihan dari umat
islam.
Adanya perselisihan biasanya terjadi pada ucapan
sahabat yang keluar dari pendapatnya sendiri sebelum ada kesepakatan dari
sahabat lain. Abu Hanifah menyetujui pernyataan tersebut dan berkata, “Apabila
saya tidak mendapatkan hukum dalam Al-Qur’an dan sunah, saya mengambil pendapat
para sahabat yang saya kehendaki dan saya meninggalkan pendapat orang yang
tidak saya kehendaki. Namun, saya tidak keluar dari pendapat mereka yang sesuai
dengan yang lainnya”.
Menurut Abu Hanifah, perselisihan antara dua orang
sahabat mengenai hukum sutau kejadian sehingga terdapat dua pendapat, bisa
dikatakan ijma’ di antara keduanya. Maka kalau keluar dari pendapat
mereka secara keseluruhan berarti telah keluar dari ijma’ mereka.
Sedangkan Imam Syafi’i berpendapat bahwa pendapat
orang tertentu dikalangan sahabat tidak dipandang sebagai hujjah, bahkan beliau
memperkenankan untuk menentang pendapat mereka secara keseluruhan dan melakukan
ijtihad untuk mengistinbat pendapat lain. Dengan alasan bahwa pendapat
mereka adalah pendapat ijtihadi secara perseorangan dari orang yang tidak ma’sum
(tidak terjaa dari dosa).
Selain itu para
sahabat juga dibolehkan menentang sahabat lainnya. dengan demikian, para
mujtahid juga dibolehkan menentang pendapat mereka. Maka tidaklah aneh jika
Imam Syafi’i melarang untuk menetapkan hukum atau memberi fatwa, kecuali dari
kitab dan sunnah atau dari pendapat yang sepakati oleh para ulama’ dan tidak
terdapat perselisihan diantara mereka, atau menggunakan qiyas pada
sebagiannya.[8]
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Syar’u Man Qablana adalah syari’at atau ajaran-ajaran nabi-nabi
sebelum islam yang berhubungan dengan hukum, seperti syari’at Nabi Ibrahim,
Nabi Musa, Nabi Isa as. Syar’u Man Qablana dibagi menjadi dua bagian.
Pertama, setiap hukum syariat dari umat terdahulu namun tidak disebutkan dalam
Al-quran dan Sunnah. Kedua,
setiap hukum syariat dari umat terdahulu namun disebutkan dalam Al-quran dan
Sunnah.
Yang dimaksud dengan mazhab sahabat ialah pendapat sahabat Rasulullah SAW. tentang suatu kasus dimana
hukumnya tidak dijelaskan secara tegas dalam Al-Qur’an dan sunnah Rasulullah.
Menurut Abu Hanifah, perselisihan antara dua orang
sahabat mengenai hukum sutau kejadian sehingga terdapat dua pendapat, bisa
dikatakan ijma’ di antara keduanya. Maka kalau keluar dari pendapat
mereka secara keseluruhan berarti telah keluar dari ijma’ mereka.
Sedangkan Imam Syafi’i
berpendapat bahwa pendapat orang tertentu dikalangan sahabat tidak dipandang
sebagai hujjah, bahkan beliau memperkenankan untuk menentang pendapat mereka
secara keseluruhan dan melakukan ijtihad untuk mengistinbat pendapat
lain. Dengan alasan bahwa pendapat mereka adalah pendapat ijtihadi secara
perseorangan dari orang yang tidak ma’sum (tidak terjaa dari dosa).
DAFTAR PUSTAKA
Efendi, Satria, ushul
fiqh, Jakarta: Kencana Prenada Media Groub, 2009.
Syarifuddin, Amir, ushul
fiqh, jilid 2, Jakarta : Kencana Prenada Media Groub, 2009.
Nasrun, Haroen, ushul
fiqh 1, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997.
Syafe’i, Rachmat, Ilmu
Ushul Fiqih, Bandung: Pustaka Setia, 2010.
[8] Rachmat Syafe’I, Ilmu Ushul Fiqih (bandung:
pustaka setia, 2010) , hlm.141-142.
Download
http://www.4shared.com/file/aeKXnGUSce/Makalah_Ushul_Fiqh.html
Download
http://www.4shared.com/file/aeKXnGUSce/Makalah_Ushul_Fiqh.html
makasih infonya
ReplyDeleteJasa Marka Jalan Bandara
Jasa Kontraktor Epoxy Lantai
Jasa Trowel Finish Jakarta
Jasa Kontraktor Tenokote Murah
Jasa Kontraktor Baja
makalah sangat bermanfaat sekali bagi saya, bisa kunjungi Jasa Fabrikasi Conveyor
ReplyDeletesangat bermanfaat. terima kasih gan.
ReplyDelete